Libur semester merupakan hal yang paling
ditunggu-tunggu oleh setiap mahasiswa termasuk juga dengan saya. Hal tersebut
tentu saja karena dilatar belakangi oleh setiap mahasiswa tersebut bisa
merefleksikan otaknya, dan juga yang paling di nanti yaitu bisa pulang kampung
dan berkumpul bersama dengan keluarga.
Tepatnya pada libur semester ganjil yang lalu, saya
mengalami pengalaman yang unik ketika saya berada di kampung. Hal unik disini
adalah saya melakukan yang namanya pengamatan terhadap pengemis yang ada di
kampung saya tersebut. Pengamatan ini pada dasarnya tidak ada niat awal saya
untuk mengamati tentang pengemis ini, namun hal ini akhirnya saya lakukan
karena timbulnya rasa keingintahuan yang saya miliki lebih mendalam lagi
tentang pengemis tersebut.
Berawal pada suatu hari tepatnya pada hari senin, di
tempat kami tersebut ada yang namanya pasar senin. Sesuai dengan namanya
sendiri, bahwa pasar yang ada di tempat ini dilakukan setiap hari senin. Bahkan
kami juga berjualan di pasar tersebut selain masyarakat dari wilayah lain. Pada
hari itu kemudian rasa keingintahuan saya tentang pengemis itu semakin mendalam
lagi untuk bisa mengetahui penyebab dari masalah ini.
Hal itu terjadi ketika saya dan ayah saya melakukan
kegiatan biasa kami yaitu berjualan di pasar tersebut. Ketika kami masih
melakukan kegiatan seperti biasanya tersebut, tiba-tiba datanglah seorang ibu
yang berpakaian layaknya sebagai seorang pengemis datang ke tempat jualan kami
dengan tujuan tidak lain dan tidak bukan adalah untuk meminta uang. Dengan
bermodalkan sebuah kantong plastik, si ibu tersebut dengan memasang raut wajah
yang sedih meminta agar diberi uang.
Namun apa yang terjadi ? ketika saya hendak memberi
sejumlah uang kepada ibu tersebut karena merasa kasihan, tiba-tiba ayah saya
berkata “ agam, enggak usah di kasih”. Mendengar perkataan itu, tentu saja hal
ini menyebabkan timbul tanda tanya besar dalam pikiran saya. Namun, sebelum
saya menanyakan hal tersebut kepada ayah saya, tiba-tiba ayah saya langsung
memberitahu alasannya bahkan langsung diberitahu didepan saya dan si ibu
tersebut. “Ibu ini sebenarnya orang yang kaya (mampu) dari segi hartanya, iya
bahkan mempunyai rumah yang lumayan besar dikampung dimana iya tinggal
tersebut. Tapi, dia sangat malas untuk bekerja padahal dia masih punya jasmani
yang masih sehat dan kuat. Namun yang dia andalkan hanyalah selalu meminta-minta.
Padahal masih banyak orang diluar sana yang badannya tidak sesehat ibu ini,
tetapi mereka masih tetap sanggup untuk bekerja dengan cara yang benar tanpa
meminta-minta”.
Mendengar jawaban itu, ibu tersebut langsung pergi
tanpa mendapat uang apapun dari kami dan bahkan ia meninggalkan tempat kami
dengan berat hati. Ketika mendengar itu semua, awalnya saya masih tidak cepat
percaya begitu saja, sehingga hal ini lah yang kemudian semakin membuat saya
jadi penasaran dan ingin mendapatkan jawaban yang benar dan pasti dari masalah
ini.
Setelah itu, timbullah rasa saya untuk megetahui
lebih mendalam lagi tentang itu semua dan memutuskan untuk mengamati ibu
tersebut. Dari sumber yang saya dapat dari ayah saya dan orang lain mengatakan
hal yang sama bahwa ibu ini memang orang yang bisa dikatakan mampu (kaya). Dan
informasi yang saya dapat bahwa ibu ini selalu megemis setiap hari senin dan
kamis. Dimana pada hari kamis tersebut juga terdapat pasar setiap hari kamis di
kampung sebelah.
Dengan bermodalkan informasi tersebut, kemudian saya
memulai aksi untuk mengamati ibu tersebut. Bermula pada hari kamis sesuai
dengan informasi yang saya dapat, kemudian saya mulai mencari ibu tersebut di
pasar kamis itu. Alhasil, saya mendapati ibu tersebut memang lagi meminta-minta
uang kepada para penjual di pasar itu. Sambil terus mengamati ibu tersebut,
kemudian saya melihat ibu itu istirahat di salah satu rumah makan yang cukup
mewah tidak jauh dari pasar tadi.
Pada hari selanjutnya (senin), lagi-lagi saya
mendapati ibu tersebut meminta-minta lagi dengan bermodalkan sebuah kantong
plastik ibu tersebut lagi-lagi mendapat uang dengan usaha yang tidak begitu
sulit.
Tepat pada hari kamis selanjutnya, kemudian saya
mengamati ibu tersebut seperti biasanya lebih awal dari sebelumnya dengan niat
agar mengetahui ibu tersebut memulai kegiatan itu dari mana. Alhasil, dari
informasi yang saya dapat kemudian saya mendapati ibu tersebut diturunkan dari
sebuah mobil sewa (labi-labi) sekitar ± 1 kilometer dari tempat pasar tersebut.
Seperti biasanya, dengan bermodalkan sebuah kantong plastik ibu tersebut
kemudian memulai aksinya meminta-minta dari satu rumah ke rumah lainnya sampai
kepada pasar kamis tersebut.
Kemudian, untuk lebih meyakinkan lagi informasi yang
saya dapat bahwa ibu ini ternyata punya rumah yang cukup besar dan mewah di
sekitaran ibu itu tinggal. Dengan berbekal informasi tersebut, kemudian saya
mencari tempat tinggal ibu itu.
Hari selanjutnya, kemudian saya mengajak salah
seorang teman yang memang pernah melihat ibu tersebut tinggal di rumah yang
mewah dan besar tersebut. Setelah tibanya di suatu rumah yang memang cukup
besar dan mewah, awalnya saya tidak percaya bahwa ibu itu tinggal di rumah yang
besar itu. Untuk lebih meyakinkan lagi, akhirnya saya bertanya kepada salah
seorang tetangga rumah ibu itu. Dan dari jawaban yang diberikan ternyata memang
benar ibu itu tinggal di rumah itu. Hal ini kemudian membuat saya semakin yakin
bahwa ibu itu memang orang yang mampu dari segi ekonominya. Namun, tetap saja
ibu ini mencari nafkah dengan cara yang bisa dikatakan tidak sesuai dengan
ajaran islam. Karena seperti yang kita ketahui bahwa islam itu selalu
mengajarkan bahwa tangan di atas itu lebih baik dari pada tangan di bawah.
Bahkan islam juga melarang kita untuk nermalas-malasan, apalagi mencari nafkah
dengan jalan seperti inni.
Dari hal itu semua kemudian saya berfikir bahwa
didunia yang semakin ketat persaingan ekonomi ini ternyata banyak cara yang
orang lakukan untuk bisa terus bertahan orang berlomba-lomba untuk bisa
memiliki ekonomi yang bagus bahkan sampai rela menghalalkan segala cara yang
tentunya cara-cara tersebut bertentangan dengan yang dianjurkan oleh
islam.ahkan. Hal tersebut memang benar, tapi hanya caranya saja yang harus
diperbaiki.
Inilah salah satu cerita di liburan saya, bisa
dibilang liburan sambil belajar. Dari hal itu saya mendapatkan pelajaran bahwa
harta itu bukanlah segalanya. Kebahagian dunia tidak dipandang dari segi berapa
banyak harta yang dimilikinya. Justru akan lebih bahagia lagi jika harta
tersebut diperoleh dengan cara yang benar dan halal sehingga yang dikonsumsi
dengan harta itu juga akan mengalir darah yang halal dan baik dalam diri kita.
( Wallahu’alam Bissawab, sesungguhnya hanya Allah
Maha Pemberi Rezki yang halal lagi baik)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar