Jumat, 22 Mei 2015

Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam

1.      Pemikiran Ekonomi Islam Al-Ghazali dan Ibn Taimiyah

A. Al-Ghazali (451-505 H / 1055-1111 M)


AL-Ghazali dikenal memiliki pemikiran yang luas dalam berbagai bidang. Bahasannya tentang ekonomi dapat ditemukan karya monumentalnya Ihya ‘Ulum al-Din, di samping dalam Ushul al-Fiqh, al-Mustafa, Mizan al-Amal dan al-Tibr al-Masbuk fi nasihat al-Muluk.[1] Bahasan ekonomi Al-Ghazali mencakup aspek luas, secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi : pertukaran evolusi pasar, produksi, barter dan evolusi uang, serta peranan negara dan keuangan publik.
Dalam pandangan Al-Ghazali, kegiatan ekonomi merupakan amal kebajikan yang dianjurkan oleh islam. Kegiatan ekonomi harus ditujukan mencapai maslahah untuk memperkuat sifat kebijaksanaan, kesederhanaan, dan keteguhan hati manusia. Lebih jauh Al-Ghazali membagi manusia kedalam tiga kategori, yaitu : pertama, orang yang kegiatan hidupnya sedemikian rupa sehingga melupakan tujuan-tujuan akhirat, golongan ini akan celaka. Kedua, orang yang sangat mementingkan tujuan-tujuan akhirat dari pada tujuan duniawi, golongan ini akan beruntung. Dan ketiga, golongan pertengahan atau kebanyakan orang, yaitu mereka yang kegiatan duniawinya sejalan dengan tujuan-tujuan akhirat.
Bagi Al-Ghazali, pasar merupakan bagian daari “keteraturan alami”. Dalam Al-Ihya’, ia menerangkan bagaimana evolusi terciptanya pasar. Al-Ghazali telah mendiskusikan kerugian dari sistem barter dan pentingnya uang sebagai alat tukar (means of exchange) dan pengukur nilai (unit of account) barang dan jasa. Ia mengibaratkan uang sebagai cermian. Cermin tidak punya warna, namun dapat merefleksikan semua warna. Jadi, uang tidak punya harga namun dapat merefleksikan semua harga. Uang bukanlah komoditas sehingga tidak dapat diperjual belikan.
Memperjual belikan uang ibarat memenjarakan uang, sebab hal ini mengurangi jumlah uang yang berfungsi sebagai alat tukar. Uang dapat saja tidak tidak terbuat dari emas atau perak, misalnya uang kertas, tetapi pemerintah wajib menyatakannya sebagai alat pembayaran yang resmi. Ia menyatakan bahwa pemalsuan uang (maghsyusi) sangat berbahaya karena dampaknya yang berantai, bahkan lebih berbahaya dari pencurian uang.[2]



[1] Di dunia Barat Al-Ghazali dikenal dengan “Algazel” dan sering dibandingkan dengan Thomas Aquinas. Kitabnya Ihya ‘Ulum al-Dien sering dibandingkan dengan Summa Theologica  nya Thomas Aquinas.
[2]  Tim Penulis P3EI UII. Yogyakarta, Ekonomi Islam. Raja Grafindo jakarta. Hal 110-111

Al-Ghazali juga banyak menyoroti kegiatan-kegiatan bisnis yang dilarang atau diperbolehkan dalam pandangan Islam. Riba merupakan praktik penyalahgunaan fungsi uang dan berbahaya, sebagaimana juga penimbunan barang-barang pokok untuk kepentingan-kepentingan individual. Ia juga menganggap bahwa korupsi dan penindasan merupakan faktor yang dapat menyebabkan penurunan ekonomi, karenanya pemerintah harus memberantasnya. Pemerintah tidak diperbolehkan memungut pajak melebihi ketentuan syariat, kecuali jika sangat terpaksa. Contoh keadaan ini, yaitu ketika pengeluaran untuk sektor penting, misalnya pertahanan negara membutuhkan dana besar sementara sumber penerimaan yang normal tidak mencukupi. Dalam situasi ini pengelolaan anggaran defisit juga diperkenankan. Ketika masyarakat menghadapi kesulitan ekonomi dan tidak menemukan jalan untuk memenuhi kebutuhannya, maka menjadi kewajiban bagi pemerintah untuk menyediakan barang dan jasa yang dibiayai dari perbendaharaan pemerintah.
1)      Karya-karya
 Al-Ghazali meurpakan sosok ilmuwan dan penulis yang sangat produktif. Berbagai tulisanya telah banyak menarik pergatian dunia, baik dari kalangan Muslim maupun non Muslim.AL-Ghazali, diperkirakan telah menghasilkan 300 buah karya tilis yang meliputi berbagai disiplin ilmu,seperti logika, filsafat, moral, tafsir, fiqih, ilimu-ilmu Alqur’an, tasawuf, politik, administrasi, dan prilaku ekonomi. Namun demikian, yang ada hingga kini hanya 84 buah. Di antaranya adalah Ihya ’Ulum al-Din, al-Munqidz min al-Dhalal, Tahafut al-Falasifah, Minhaj Al-’Abidin, al-Mustashfa min ’Ilm al-Ushul, Mizan Al-’Amal, Misykat al-Anwar, Kimia al-Sa’adah, al-Wajiz, Syifa al-Ghalil, dan al-Tibr al-Masbuk fi Nasihat al-Muluk.

 
1)      Pemikiran Ekonomi
Seperti halnya pera cendekiawan Muslim terdahulu, perhatian Al-Ghazali terhadap kehidupan masyarakat tidak terfokus pada satu bidang tertent, tetapi meliputi seluruh espek kehidupan manusia seluruhnya. Berkaitan dengan hal ini, al-Ghazali memfokuskan seluruh perhatianya pada prilaku individu yang dibahasnya menurut perspektif Alquran, sunah, fatwa-fatwa, sahabat dan tabi’in, serta petuah-petuah para sufi terkemuka masa sebelumnya, seperti Junaid Al-Baghdadi, Dzun Nun Al-Mishri, dan Harits bin Asad Al-Muhasibi.
Al-Ghazali mendefinisikan aspek ekonomi dari fungsi kesejahteraan sosialnya dalam kerangka sebuah hierarki utilitas individu dan sosial yang tripartite, yakni kebutuhan, kesenangan atau kenyamanan, dan kemewahan. Kunci pemeliharaan dari kelima tujuan dasar ini terletak pada penyediaan tingkatan pertama, yaitu kebutuhan terhadap makanan, pakaian, dan perumahan.
a.       Pertukaran Sukarela dan Evolusi Pasar
-        Permintaan, Penawaran, Harga, dan Laba
-        Etika Perilaku Pasar
b.      Aktivitas Produksi
-        Produksi Barang-barang Kebutuhan Dasar sebagau Kewajiban Sosial
-        Hierarki Produksi
-        Tahapan Produksi, Spesialisasi dan Keterkaitanya
c.       Barter dan Evolusi Uang
-        Problem Barter dan Ketuhan terhadap Uang
-        Uang yang Tidak Bermanfaat dan Penimbunan Bertantangan Dengan Hukum Ilahi
-        Pemalsuan dan Penurunan Nilai Uang
-        Larangan Riba
d.      Peranan Negara dan Keungan Publik
-        Kemajuan Ekonomi Melalui Keadilan, Kedamaian, dan Stabilitas
-        Keuangan Publik
A.    Ibnu Taimiyah (661-728 H/1263-1328 M)

Ibn Taimiyah adalah seorang fuqaha yang mempunyai karya pemikiran dalam berbagai bidang ilmu yang luas, termasuk dalam bidang ekonomi. Dalam bukunya AL Hisbah Fi’l Islam dan al-Siyasah al-Shar’iyah fi islah al Ra’i wa’i Ra’iyah (Legal Policies to Reform the Rulers and the Ruled) ia banyak membahas problema ekonomi yang dihadapi saat itu, baik dalam tinjauan sosial maupun hukum (fiqh) Islam. Meskipun demikian, karyanya banyak mengandung ide yang berpandangan ke depan, sebagaimana kemudian banyak dikaji oleh ekonom barat. Karyanya juga mencakup aspek makro maupun mikro ekonomi.
Ibn Taimiyah telah membahas pentingnya suatu persaingan dalam pasar yang bebas (free market), peranan “market supervisior” dan lingkup dari peranan negara. Negara harus mengimplementasikan aturan main yang islami sehingga produsen, pedagang, dan para agen ekonomi lainnya dapat melakukan transaksi secara jujur dan fair. Negaraa juga harus menjamin pasar berjalan secara bebas dan terhindar dari praktik –praktik pemaksaan, manipulasi dan eksploitasi yang memanfaatkan kelemahan pasar sehingga persaingan dapat berjalan dengan sehat. Selain itu, negara bertanggung jawab atas pemenuhan kebutuhan dasar (basic need) dari rakyatnya.
Dalam hal kepemilikan (ownership) atas sumber daya ekonomi, Ibn Taimiyah tampaknya berada pada pandangan pertengahan jika dilihat dari pemikiran ekstrem kapitalisme dan sosialisme saat ini. Meskipun ia sangat menekankan pentingnya pasar bebas, tapi negara harus membatasi dan menghambat kepemilikan individual yang berlebihan. Kepentingan ekonomi bersama harus menjadintujuan utama dari pembangunan ekonomi.
Banyak aspek mikro ekonomi yang dikaji oleh Ibn Taimiyah, misalnya tentang beban pajak tidak langsung (incidence of indirect taxes) yang dapat digeserkan oleh penjual (yang seharusnya membayar pajak ini) kepada pembeli dalam bentuk harga beli yang lebih tinggi. Dalam hal uang, ia telah mengingatkan risiko yang dimungkinkan timbul jikanmenggunakan standar logam ganda (sebagaimana kemudian dikenal sebagai Gresham’s Law di Barat). Hal lain yang dibahas adalah peranan demand dan supply terhadap penentuan harga serta konsep harga ekuivalen yang menjadi dasar penentuan keuntungan yang wajar (reasonable profit). Siddiqi mencatat bahwa Ibn Taimiyah telah menekankan pentingnya harga ekuivalen ini dalam pasar yang kompetitif dan adanya ketidaksempurnaan pasar, misalnya karena monopoli, akan mengganggu terciptanya harga ini. Konsep harga ini juga dapat berlaku dalam penentuan tingkat upah tenaga kerja.[3]


[3] Tim Penulis P3EI UII. Yogyakarta, Ekonomi Islam. Raja Grafindo jakarta. Hal 111-112




Kehidupan Ibnu Taimiyah tidak hanya terbatas pada dunia buku dan kata-kata. Ketika kondisi menginginkanya, tanpa ragu-ragu ia turut serta dalam dunia politik dan urusan publik. Penghormatanya begitu besar yang diberikan kepada Ibnu Taimiyah membuat sebagian oarang menjadi iri dan berusaha untuk menjatuhkan dirinya.Sejarah mencatat bahwa sepanjang hidupnya, Ibnu Taimiyah telah menjalani masa tahanan sebanyak empat kali akibat fitnah yang dilontarkan para pemnentanganya.
Selama dalam tahanan, Ibnu Taimiyah tidak pernah berhenti untuk mengajar dan menulis.Bahkan, ketika penguasa mencabut haknya untuk menulis dengan cara pena dan kertasnya, ia tetap menulis dengan menggunakan batu arang. Ibnu Taimiyah telah meninggal dunia didalam tahanan pada tanggal 26 September 1328 M (20 Dzul Qaidah 728 H) setelah mengalami perlakuan yang sangat kasar selama lima bulan.[4]

1)      Pemikiran Ekonomi
Pemikiran ekonomi Ibnu Taimiyah banyak diambil dari berbagai karya tulisnya, antara lain Majmu’ Fatawa Syaikh al-Islam, as-Siyasah asy-Syar’ayyah fi Ishlah ar-Ra’i wa ar-Ra’iyah dan al-Hisbah fi al-Islam.

a.       Harga yang Adil Mekanisme Pasar dan Regulasi Harga
-        Harga yang adil
Konsep harga yang adil pada hakikatnya tekah ada digunakan sejak awal kehadiran islam. Alquran menekankan keadilan dalam setiap aspak kehidupan umat manusia. Oleh kerena itu, adalah hal yang wajar jika keadilan juga diwujudkan dalam aktivitas pasar, khusnya harga.
-        Mekanisme Pasar
Ibnu Taimiyah memiliki sebuah pemahaman yang jelas tantang bagaimana, dalam suatu pasar bebas, harga ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran. Pernyataan Ibnu Taimiyah menunjkan pada apa yang dikenal sekarang sebaagai perubahan fungsi penawaran dan permintaan, yakni ketika terjadi peningakatan permintaan pada harga yang sama dan penurunan persediaan pada harga yang sama atau sebaliknya,penurunan permintaan pada harga yang sama dan pertambahan persediaan pada harga yang sama.


[4] Adirawan Azwar Karim Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Raja Grafindo jakarta. Hal 397-398


Regulasi Harga
Setelah menguraikan secara panjang lebar tentang konsep harga yang adil dam mekanisme pasar, Ibnu Taimiyah melanjutkan pembahasan dengan pemaparan secara detail mengenai konsep kebijakan pengendalian harga oleh pemerintah. Ibnu Taimiyah membedakan dua janis penetapan harga, yakni penetapan harga yang tidak adil dan cacat hukum serta penetapan harga yang adil dan sah menurut hukum. Penetapan harga yang tidak adil dan cacat hukum adalah penetapan harga yang yang dilakukan pada saat kenaikan harga-harga terjadi akibat persaingan beba,yakni kelangkaan supply dan kenaikan demand.

a.       Uang dan Kebijakan Moneter
-        Karaketristik dan Fungsi Uang
-        Penurunan Nilai Mata Uang
-        Mata Uang yang Buruk Akan Menyingkirkan Mata Uang yang Baik
 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar