Rabu, 27 Mei 2015
Jumat, 22 Mei 2015
Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam
1.
Pemikiran Ekonomi Islam Al-Ghazali dan Ibn Taimiyah
A. Al-Ghazali (451-505 H / 1055-1111 M)
AL-Ghazali
dikenal memiliki pemikiran yang luas dalam berbagai bidang. Bahasannya tentang
ekonomi dapat ditemukan karya monumentalnya Ihya
‘Ulum al-Din, di samping dalam Ushul
al-Fiqh, al-Mustafa, Mizan al-Amal dan
al-Tibr al-Masbuk fi nasihat al-Muluk.[1] Bahasan
ekonomi Al-Ghazali mencakup aspek luas, secara garis besar dapat dikelompokkan
menjadi : pertukaran evolusi pasar, produksi, barter dan evolusi uang, serta
peranan negara dan keuangan publik.
Dalam
pandangan Al-Ghazali, kegiatan ekonomi merupakan amal kebajikan yang dianjurkan
oleh islam. Kegiatan ekonomi harus ditujukan mencapai maslahah untuk memperkuat
sifat kebijaksanaan, kesederhanaan, dan keteguhan hati manusia. Lebih jauh
Al-Ghazali membagi manusia kedalam tiga kategori, yaitu : pertama, orang yang kegiatan hidupnya sedemikian rupa sehingga
melupakan tujuan-tujuan akhirat, golongan ini akan celaka. Kedua, orang yang sangat mementingkan tujuan-tujuan akhirat dari
pada tujuan duniawi, golongan ini akan beruntung. Dan ketiga, golongan pertengahan atau kebanyakan orang, yaitu mereka
yang kegiatan duniawinya sejalan dengan tujuan-tujuan akhirat.
Bagi
Al-Ghazali, pasar merupakan bagian daari “keteraturan alami”. Dalam Al-Ihya’, ia menerangkan bagaimana
evolusi terciptanya pasar. Al-Ghazali telah mendiskusikan kerugian dari sistem
barter dan pentingnya uang sebagai alat tukar (means of exchange) dan pengukur
nilai (unit of account) barang dan jasa. Ia mengibaratkan uang sebagai cermian.
Cermin tidak punya warna, namun dapat merefleksikan semua warna. Jadi, uang
tidak punya harga namun dapat merefleksikan semua harga. Uang bukanlah
komoditas sehingga tidak dapat diperjual belikan.
Memperjual
belikan uang ibarat memenjarakan uang, sebab hal ini mengurangi jumlah uang
yang berfungsi sebagai alat tukar. Uang dapat saja tidak tidak terbuat dari
emas atau perak, misalnya uang kertas, tetapi pemerintah wajib menyatakannya
sebagai alat pembayaran yang resmi. Ia menyatakan bahwa pemalsuan uang
(maghsyusi) sangat berbahaya karena dampaknya yang berantai, bahkan lebih
berbahaya dari pencurian uang.[2]
[1] Di dunia Barat
Al-Ghazali dikenal dengan “Algazel” dan sering dibandingkan dengan Thomas
Aquinas. Kitabnya Ihya ‘Ulum al-Dien sering dibandingkan dengan Summa
Theologica nya Thomas Aquinas.
[2] Tim
Penulis P3EI UII. Yogyakarta, Ekonomi Islam. Raja Grafindo jakarta. Hal 110-111
Al-Ghazali
juga banyak menyoroti kegiatan-kegiatan bisnis yang dilarang atau diperbolehkan
dalam pandangan Islam. Riba merupakan praktik penyalahgunaan fungsi uang dan
berbahaya, sebagaimana juga penimbunan barang-barang pokok untuk
kepentingan-kepentingan individual. Ia juga menganggap bahwa korupsi dan
penindasan merupakan faktor yang dapat menyebabkan penurunan ekonomi, karenanya
pemerintah harus memberantasnya. Pemerintah tidak diperbolehkan memungut pajak
melebihi ketentuan syariat, kecuali jika sangat terpaksa. Contoh keadaan ini,
yaitu ketika pengeluaran untuk sektor penting, misalnya pertahanan negara
membutuhkan dana besar sementara sumber penerimaan yang normal tidak mencukupi.
Dalam situasi ini pengelolaan anggaran defisit juga diperkenankan. Ketika
masyarakat menghadapi kesulitan ekonomi dan tidak menemukan jalan untuk
memenuhi kebutuhannya, maka menjadi kewajiban bagi pemerintah untuk menyediakan
barang dan jasa yang dibiayai dari perbendaharaan pemerintah.
1) Karya-karya
Al-Ghazali meurpakan sosok ilmuwan dan penulis
yang sangat produktif. Berbagai tulisanya telah banyak menarik pergatian dunia,
baik dari kalangan Muslim maupun non Muslim.AL-Ghazali, diperkirakan telah
menghasilkan 300 buah karya tilis yang meliputi berbagai disiplin ilmu,seperti
logika, filsafat, moral, tafsir, fiqih, ilimu-ilmu Alqur’an, tasawuf, politik,
administrasi, dan prilaku ekonomi. Namun demikian, yang ada hingga kini hanya
84 buah. Di antaranya adalah Ihya ’Ulum al-Din, al-Munqidz min al-Dhalal,
Tahafut al-Falasifah, Minhaj Al-’Abidin, al-Mustashfa min ’Ilm al-Ushul, Mizan
Al-’Amal, Misykat al-Anwar, Kimia al-Sa’adah, al-Wajiz, Syifa al-Ghalil, dan
al-Tibr al-Masbuk fi Nasihat al-Muluk.
1) Pemikiran
Ekonomi
Seperti
halnya pera cendekiawan Muslim terdahulu, perhatian Al-Ghazali terhadap
kehidupan masyarakat tidak terfokus pada satu bidang tertent, tetapi meliputi
seluruh espek kehidupan manusia seluruhnya. Berkaitan dengan hal ini,
al-Ghazali memfokuskan seluruh perhatianya pada prilaku individu yang
dibahasnya menurut perspektif Alquran, sunah, fatwa-fatwa, sahabat dan tabi’in,
serta petuah-petuah para sufi terkemuka masa sebelumnya, seperti Junaid
Al-Baghdadi, Dzun Nun Al-Mishri, dan Harits bin Asad Al-Muhasibi.
Al-Ghazali
mendefinisikan aspek ekonomi dari fungsi kesejahteraan sosialnya dalam kerangka
sebuah hierarki utilitas individu dan sosial yang tripartite, yakni
kebutuhan, kesenangan atau kenyamanan, dan kemewahan. Kunci pemeliharaan dari
kelima tujuan dasar ini terletak pada penyediaan tingkatan pertama, yaitu
kebutuhan terhadap makanan, pakaian, dan perumahan.
a.
Pertukaran
Sukarela dan Evolusi Pasar
-
Permintaan,
Penawaran, Harga, dan Laba
-
Etika
Perilaku Pasar
b.
Aktivitas
Produksi
-
Produksi Barang-barang
Kebutuhan Dasar sebagau Kewajiban Sosial
-
Hierarki
Produksi
-
Tahapan
Produksi, Spesialisasi dan Keterkaitanya
c.
Barter dan
Evolusi Uang
-
Problem
Barter dan Ketuhan terhadap Uang
- Uang yang
Tidak Bermanfaat dan Penimbunan Bertantangan Dengan Hukum Ilahi
-
Pemalsuan
dan Penurunan Nilai Uang
-
Larangan
Riba
d.
Peranan
Negara dan Keungan Publik
-
Kemajuan
Ekonomi Melalui Keadilan, Kedamaian, dan Stabilitas
-
Keuangan
Publik
A.
Ibnu
Taimiyah (661-728 H/1263-1328 M)
Ibn Taimiyah
adalah seorang fuqaha yang mempunyai karya pemikiran dalam berbagai bidang ilmu
yang luas, termasuk dalam bidang ekonomi. Dalam bukunya AL Hisbah Fi’l Islam
dan al-Siyasah al-Shar’iyah fi islah al Ra’i wa’i Ra’iyah (Legal Policies to
Reform the Rulers and the Ruled) ia banyak membahas problema ekonomi yang
dihadapi saat itu, baik dalam tinjauan sosial maupun hukum (fiqh) Islam.
Meskipun demikian, karyanya banyak mengandung ide yang berpandangan ke depan,
sebagaimana kemudian banyak dikaji oleh ekonom barat. Karyanya juga mencakup
aspek makro maupun mikro ekonomi.
Ibn Taimiyah
telah membahas pentingnya suatu persaingan dalam pasar yang bebas (free
market), peranan “market supervisior” dan lingkup dari peranan negara. Negara
harus mengimplementasikan aturan main yang islami sehingga produsen, pedagang,
dan para agen ekonomi lainnya dapat melakukan transaksi secara jujur dan fair.
Negaraa juga harus menjamin pasar berjalan secara bebas dan terhindar dari
praktik –praktik pemaksaan, manipulasi dan eksploitasi yang memanfaatkan
kelemahan pasar sehingga persaingan dapat berjalan dengan sehat. Selain itu,
negara bertanggung jawab atas pemenuhan kebutuhan dasar (basic need) dari
rakyatnya.
Dalam hal
kepemilikan (ownership) atas sumber daya ekonomi, Ibn Taimiyah tampaknya berada
pada pandangan pertengahan jika dilihat dari pemikiran ekstrem kapitalisme dan
sosialisme saat ini. Meskipun ia sangat menekankan pentingnya pasar bebas, tapi
negara harus membatasi dan menghambat kepemilikan individual yang berlebihan.
Kepentingan ekonomi bersama harus menjadintujuan utama dari pembangunan
ekonomi.
Banyak aspek
mikro ekonomi yang dikaji oleh Ibn Taimiyah, misalnya tentang beban pajak tidak
langsung (incidence of indirect taxes) yang dapat digeserkan oleh penjual (yang
seharusnya membayar pajak ini) kepada pembeli dalam bentuk harga beli yang
lebih tinggi. Dalam hal uang, ia telah mengingatkan risiko yang dimungkinkan
timbul jikanmenggunakan standar logam ganda (sebagaimana kemudian dikenal
sebagai Gresham’s Law di Barat). Hal lain yang dibahas adalah peranan demand
dan supply terhadap penentuan harga serta konsep harga ekuivalen yang menjadi
dasar penentuan keuntungan yang wajar (reasonable profit). Siddiqi mencatat
bahwa Ibn Taimiyah telah menekankan pentingnya harga ekuivalen ini dalam pasar
yang kompetitif dan adanya ketidaksempurnaan pasar, misalnya karena monopoli,
akan mengganggu terciptanya harga ini. Konsep harga ini juga dapat berlaku
dalam penentuan tingkat upah tenaga kerja.[3]
Kehidupan
Ibnu Taimiyah tidak hanya terbatas pada dunia buku dan kata-kata. Ketika
kondisi menginginkanya, tanpa ragu-ragu ia turut serta dalam dunia politik dan
urusan publik. Penghormatanya begitu besar yang diberikan kepada Ibnu Taimiyah
membuat sebagian oarang menjadi iri dan berusaha untuk menjatuhkan
dirinya.Sejarah mencatat bahwa sepanjang hidupnya, Ibnu Taimiyah telah
menjalani masa tahanan sebanyak empat kali akibat fitnah yang dilontarkan para
pemnentanganya.
Selama dalam
tahanan, Ibnu Taimiyah tidak pernah berhenti untuk mengajar dan menulis.Bahkan,
ketika penguasa mencabut haknya untuk menulis dengan cara pena dan kertasnya,
ia tetap menulis dengan menggunakan batu arang. Ibnu Taimiyah telah meninggal
dunia didalam tahanan pada tanggal 26 September 1328 M (20 Dzul Qaidah 728 H)
setelah mengalami perlakuan yang sangat kasar selama lima bulan.[4]
1)
Pemikiran
Ekonomi
Pemikiran
ekonomi Ibnu Taimiyah banyak diambil dari berbagai karya tulisnya, antara lain Majmu’
Fatawa Syaikh al-Islam, as-Siyasah asy-Syar’ayyah fi Ishlah ar-Ra’i wa
ar-Ra’iyah dan al-Hisbah fi al-Islam.
a.
Harga yang
Adil Mekanisme Pasar dan Regulasi Harga
-
Harga yang
adil
Konsep harga
yang adil pada hakikatnya tekah ada digunakan sejak awal kehadiran islam.
Alquran menekankan keadilan dalam setiap aspak kehidupan umat manusia. Oleh
kerena itu, adalah hal yang wajar jika keadilan juga diwujudkan dalam aktivitas
pasar, khusnya harga.
-
Mekanisme
Pasar
Ibnu Taimiyah memiliki sebuah pemahaman yang jelas
tantang bagaimana, dalam suatu pasar bebas, harga ditentukan oleh kekuatan
permintaan dan penawaran. Pernyataan Ibnu Taimiyah menunjkan pada apa yang
dikenal sekarang sebaagai perubahan fungsi penawaran dan permintaan, yakni
ketika terjadi peningakatan permintaan pada harga yang sama dan penurunan
persediaan pada harga yang sama atau sebaliknya,penurunan permintaan pada harga
yang sama dan pertambahan persediaan pada harga yang sama.
[4] Adirawan Azwar
Karim Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Raja Grafindo jakarta. Hal 397-398
Regulasi Harga
Setelah
menguraikan secara panjang lebar tentang konsep harga yang adil dam mekanisme
pasar, Ibnu Taimiyah melanjutkan pembahasan dengan pemaparan secara detail
mengenai konsep kebijakan pengendalian harga oleh pemerintah. Ibnu Taimiyah
membedakan dua janis penetapan harga, yakni penetapan harga yang tidak adil dan
cacat hukum serta penetapan harga yang adil dan sah menurut hukum. Penetapan
harga yang tidak adil dan cacat hukum adalah penetapan harga yang yang
dilakukan pada saat kenaikan harga-harga terjadi akibat persaingan beba,yakni
kelangkaan supply dan kenaikan demand.
a.
Uang dan
Kebijakan Moneter
-
Karaketristik
dan Fungsi Uang
-
Penurunan
Nilai Mata Uang
-
Mata Uang
yang Buruk Akan Menyingkirkan Mata Uang yang Baik
Langganan:
Komentar (Atom)